Minggu, 17 Agustus 2014

Belajar jadi EO dan Leadership

Tanggal 17 Agustus 2014 adalah hari bersejarah buat kami alias aku dan suamiku,alhamdulillah selain moment perayaan hari kemerdekaan RI merupakan moment bersejarah kemerdekaan buat mobil kami yg telah 3 tahun kami cicil tiap bulan,rasa bahagia luar biasa bagi kami terutama bagiku yg merasakan kelegaan luar biasa karena bisa melunasinya saat ini,karena seharusnya masih 2tahun lagi.Tiap hari ku senantiasa berdoa agar Alloh membebaskan kami dari belenggu hutang piutang yg membelit kami.Aku ga malu menulis kisah kami ini,meskipun mungkin ada orang lain yg berkomentar hutang aja kok ditunjuk-tunjukin gengsi ah yaa...padahal yg komen juga punya banyak hutang qiqiqii..

Inilah kebahagiaanku.....,kebahagiaan kalian ya lain lagi lah yaa...

benar-benar surprise dari Alloh SWT karena kami bisa melunasi cicilan mobil ini dengan tidak harus gali lubang untuk menutupi lubang kami.Dulu ketika kami memutuskan untuk ambil mobil itu sempat ada mised antara diriku dengan suamiku,aku pingin kontrak perjanjiannya maksimal 3 tahun aja eeh lha  kok ternyata suami ambil 5 tahun.

Taukan apa artinya?

Kami harus nyicil 5 tahun lamanya...tau sendirikan 5 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk urusan utang...bunga nya itu looh...jadi guede banget...cekot-cekot deh kepala kalo mikirin...

Subhanalloh...Alloh menyayangi kami yang segera pingin terbebas dari jeratan bunga utang. Alloh mendengarkan rintihan doaku di sepanjang waktu...hingga pas 3 tahun sesuai dengan niat awalku akhirnya kami bisa membayarnya. Makin yakin dengan kuasaNya...tiada yang tidak mungkin bagiNya...apapun itu...jika Alloh berkehendak maka terjadilah...Kun Fa Yakuun..

nah...ditengah-tengah kebahagiaan itu muncul ide dari suamiku untuk merayakannya...hee...merayakan kemerdekaan Mobil kita ya Mi...katanya...
hyuks kita jalan-jalan...kan udah lama kita ga jalan-jalan Mi..tambah suamiku...

akhirnya hari Minggu itu kami jalan-jalan sekedar jalan...buat refreshinglah...
sate lempet di daerah Kusamba yang jadi destination kami hehehee..

pernah saat liburan kesana ngantri sate lempet ga kebagian...kuciwa deeh...akhirnya kemarin karena agak pagian berangkatnya,dapatlah kita makan disana...

kesampaian juga akhirnya...

pulangnya kita sempat mampir di masjid sekitar pantai itu deuh namanya apa yaa...kok lupa ga dicatet sih yaa..habis sholat dhuhur cuzz pulang dengan melalui jalan yang berbeda dari berangkatnya..

hmm..menikmati keindahan pulau Bali yang asri dan tertata rapi...cukup menyegarkan pandangan mata yang sehari-hari hanya menatap lalu lalang kendaraan dan ruko-ruko yang penuh dengan barang-barang jualan mereka...

di sepanjang perjalanan pulang kami lihat banyak warga yang sedang merayakan Agustusan dengan berbagai perlombaan...

dari situ muncul inspirasi dari mas Royyan untuk bikin lomba sendiri di komplek bareng temen-temennya...dan...akhirnya kamipun setuju tuk adain perlombaan sederhana dengan EO mas Royyan...


 
sekalian melatihnya untuk menjadi leader di masa yang akan datang. Pengalaman berharga ini pasti akan dia kenang kelak ketika dia dewasa. Akan menjadi kenangan manis di masa kecil masa-masa bermainnya.sedemikian rupa si mas menyiapkan sendiri perlombaan dan perlengkapan yang dibutuhkan dibantu sama dek Hanun.Dia undang temen-temennya di komplek dan mereka semua Alhamdulillah kompak mau diajakin smua...yess...
 
nah giliran ayah uminya yang ditagih buat sediain hadiahnya :)
setelah negosiasi yang cukup a lot akhirnya kami sepakat untuk membelikan hadiah dengan budget yang telah ditentuin 100rb saja hee...dan hadiahnya disepakati berupa alat tulis plus buku tulis.
 
lomba pun berjalan lancar di sore harinya dan ummi sebagai juri...
sayang dokumentasinya cuma dikit gegara hp low bat..
 
seru banget permainan anak-anak...mereka meskipun masih kecil pada sportif looh...dan akhirnya dapet deh pemenangnya...dan sore itu juga kita serahin hadiah2nya :)
 
aahh...hari yang begitu menyenangkan buat kami...
begitu terkesannya anak-anak...kami pun juga merasakannya..ikut merasakan kepuasan dan kebahagiaan mereka
 

dari kiri TimotI,Mas Royyan,Adek Hanun,Adnan dan Agas
Dan akhirnya semua selesai dan pulang kerumah masing-masing karena sudah maghrib.
Mas Royyan dengan begitu semangatnya bilang,tahun depan kita adain lomba-lomba lagi ya Miii...
 
iya sayaaang...in shaa Alloh....umi selalu mendukungmu...demi masa depanmu yang lebih baik.
 
 
 
 
 

Senin, 23 Juni 2014

CATATAN MENARIK UNTUK PARA PENDIDIK


CATATAN MENARIK UNTUK PARA PENDIDIK




Kisah Dr. Renald Kasali:

Lima belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.

Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali.
Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.

Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.
Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab saya. Dia pun tersenyum.
Budaya Menghukum
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat .

"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan argumentasinya.

"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang -terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyaka n ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan. Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaa n, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.

Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru- guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak- anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya.

"Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti." Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna) , tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
Melahirkan Kehebatan
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin.
Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh. Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.
 
 

SUAMI YANG DIRINDUKAN

Dear Suamikuu... Terima kasih banyak telah menjadi imam terbaikku..mengajariku tentang banyak hal, wawasan, kebijaksanaan, selalu mensupport...